Post by Mohamad Rian Rahardi on Dec 20, 2005 4:06:27 GMT -5
Rumah Jagal, 19 Desember 2005
Kepada :
Saudaraku yang terkasih,
Manusia
Salam kasih saudaraku,
Maafkan aku kalau tulisanku ini mengganggumu. Aku sendiri juga tidak
yakin apakah benar menulis surat ini atau tidak.
Tapi, kupikr, jika surat ini tidak pernah ada,
mungkin tidak akan lagi ada
kesempatan. Dengan tulisan ku yang berantakan ini, ha.. ha.. kamu
menyebutnya cakar ayam, semoga
masih bisa terbaca, aku memberanikan diri.
Masih teringat, tiap pagi kamu selalu telat bangun. Sulit sekali
untukmu bangun pagi. Sering kali
kamu tidak sarapan, langsung saja berangkat. Lihat saja, badan kamu
jadi kurus begitu. Tahukah
kamu? Aku sangat sedih. Aku bertekad berbuat sesuatu untukmu. Tiap pagi
aku akan bangun pagi-pagi,
aku akan teriak terus sampai kamu bangun. Sering kali, tenggorokanku
sakit, suaraku hilang, tapi
aku tetap berusaha teriak sampai kamu bangun. Sekarang mungkin kamu
harus berjuang sendiri,
maafkan aku, aku tidak bisa lagi membangunkanmu.
Kata dokter, telurku banyak mengandung protein. Aku begitu bahagia bisa
memberikan sesuatu dari
diriku untukmu. Memang aku sulit sekali menerima ini, aku begitu sulit
bertelur dengan harapan
dapat anakku dapat segera menetas. Tapi sepertinya harapan itu tidak
akan pernah terwujud.
Setidaknya aku bisa melihatmu sehat karena telurku. Aku tidak pernah
menyesal, karena aku
mengasihimu, aku sangat mengasihmu.
Akhir-akhir ini, aku merasa aneh, daging pada tubuhku terasa
membengkak, terutama bagian pahaku.
Aku mulai bertanya kapan aku terakhir fitness¦ Tapi rupanya itu bukan
hasil fitnessku selama
ini, kamu telah melakukan sesuatu padaku. Seingatku sering kali aku
tertusuk jarum yang tajam dan
setelah itu, terasa ada carian yang masuk ke tubuhku. Pertama-tama
kukira dengan badanku seperti
ini, kamu ingin aku jadi atlit binaraga. Aku begitu bahagia, kamu
begitu memperhatikanku. Ketika
aku diangkut ke truk bersama teman-temanku, aku masih berpikir aku akan
pergi ikut turnamen
binaraga. Aku begitu bahagia berpikir bisa membawa pulang piala buatmu
sampai aku sadar tempat apa
yang kami tuju. Aku melihat teman-temanku sudah terkapar, darah
mengucur dimana-mana, mereka sudah
tidak beryawa. Teriakanku tertahan, Ini bukan gedung turnamen, ini
adalah rumah jagal. Akhirnya
aku mengerti, ternyata aku disuntik supaya dagingku besar, kamu akan
menikmati dagingku. Tapi
semua itu sudah terlambat. Aku takut sekali, aku ingin lari keluar tapi
aku tak bisa, alu tak
berdaya.
Satu-persatu temanku dimasukkan ke dalam sebuah alat yang besar,
teriakan mereka begitu menyayat
hati. Aku tahu pasti, sebentar lagi aku akan merasakannya. Aku heran,
suara teriakan yang begitu
keras, tidakkah itu mengganggumu? Mungkin kamu tidak mendegarnya atau
lebih tepatnya tidak mau
mendengarnya? Bukankah kita sama-sama mahkluk ciptaan Tuhan? Bukankah
dulu kita saling mengasihi?
Kenapa kamu berubah begitu cepat? Apakah aku benar-benar tidak bermakna
di matamu?
Waktuku sudah hampir habis, sebentar lagi akan tiba giliranku. Sudah
tidak ada gunanya lagi aku
berbicara terlalu banyak. Ketika kamu membaca surat ini, aku sudah
tidak ada lagi di dunia ini.
Hmm¡¦ mungkin juga aku sudah berada dalam perutmu!
Tapi ada satu hal yang aku ingin sekali kamu tahu, bahwa aku masih
mengasihmu, saudaraku. Aku
doakan semoga kamu bisa hidup bahagia denga kasih. Semoga pengorbananku
ini bermakna bagimu. Aku
masih terus menantikan hari dimana kita bisa hidup bersama, saling
mengasihi. Mungkinkah hari itu
akan tiba?
Selamat tinggal saudaraku.
Yang mengasihimu,
Ayam.
Kepada :
Saudaraku yang terkasih,
Manusia
Salam kasih saudaraku,
Maafkan aku kalau tulisanku ini mengganggumu. Aku sendiri juga tidak
yakin apakah benar menulis surat ini atau tidak.
Tapi, kupikr, jika surat ini tidak pernah ada,
mungkin tidak akan lagi ada
kesempatan. Dengan tulisan ku yang berantakan ini, ha.. ha.. kamu
menyebutnya cakar ayam, semoga
masih bisa terbaca, aku memberanikan diri.
Masih teringat, tiap pagi kamu selalu telat bangun. Sulit sekali
untukmu bangun pagi. Sering kali
kamu tidak sarapan, langsung saja berangkat. Lihat saja, badan kamu
jadi kurus begitu. Tahukah
kamu? Aku sangat sedih. Aku bertekad berbuat sesuatu untukmu. Tiap pagi
aku akan bangun pagi-pagi,
aku akan teriak terus sampai kamu bangun. Sering kali, tenggorokanku
sakit, suaraku hilang, tapi
aku tetap berusaha teriak sampai kamu bangun. Sekarang mungkin kamu
harus berjuang sendiri,
maafkan aku, aku tidak bisa lagi membangunkanmu.
Kata dokter, telurku banyak mengandung protein. Aku begitu bahagia bisa
memberikan sesuatu dari
diriku untukmu. Memang aku sulit sekali menerima ini, aku begitu sulit
bertelur dengan harapan
dapat anakku dapat segera menetas. Tapi sepertinya harapan itu tidak
akan pernah terwujud.
Setidaknya aku bisa melihatmu sehat karena telurku. Aku tidak pernah
menyesal, karena aku
mengasihimu, aku sangat mengasihmu.
Akhir-akhir ini, aku merasa aneh, daging pada tubuhku terasa
membengkak, terutama bagian pahaku.
Aku mulai bertanya kapan aku terakhir fitness¦ Tapi rupanya itu bukan
hasil fitnessku selama
ini, kamu telah melakukan sesuatu padaku. Seingatku sering kali aku
tertusuk jarum yang tajam dan
setelah itu, terasa ada carian yang masuk ke tubuhku. Pertama-tama
kukira dengan badanku seperti
ini, kamu ingin aku jadi atlit binaraga. Aku begitu bahagia, kamu
begitu memperhatikanku. Ketika
aku diangkut ke truk bersama teman-temanku, aku masih berpikir aku akan
pergi ikut turnamen
binaraga. Aku begitu bahagia berpikir bisa membawa pulang piala buatmu
sampai aku sadar tempat apa
yang kami tuju. Aku melihat teman-temanku sudah terkapar, darah
mengucur dimana-mana, mereka sudah
tidak beryawa. Teriakanku tertahan, Ini bukan gedung turnamen, ini
adalah rumah jagal. Akhirnya
aku mengerti, ternyata aku disuntik supaya dagingku besar, kamu akan
menikmati dagingku. Tapi
semua itu sudah terlambat. Aku takut sekali, aku ingin lari keluar tapi
aku tak bisa, alu tak
berdaya.
Satu-persatu temanku dimasukkan ke dalam sebuah alat yang besar,
teriakan mereka begitu menyayat
hati. Aku tahu pasti, sebentar lagi aku akan merasakannya. Aku heran,
suara teriakan yang begitu
keras, tidakkah itu mengganggumu? Mungkin kamu tidak mendegarnya atau
lebih tepatnya tidak mau
mendengarnya? Bukankah kita sama-sama mahkluk ciptaan Tuhan? Bukankah
dulu kita saling mengasihi?
Kenapa kamu berubah begitu cepat? Apakah aku benar-benar tidak bermakna
di matamu?
Waktuku sudah hampir habis, sebentar lagi akan tiba giliranku. Sudah
tidak ada gunanya lagi aku
berbicara terlalu banyak. Ketika kamu membaca surat ini, aku sudah
tidak ada lagi di dunia ini.
Hmm¡¦ mungkin juga aku sudah berada dalam perutmu!
Tapi ada satu hal yang aku ingin sekali kamu tahu, bahwa aku masih
mengasihmu, saudaraku. Aku
doakan semoga kamu bisa hidup bahagia denga kasih. Semoga pengorbananku
ini bermakna bagimu. Aku
masih terus menantikan hari dimana kita bisa hidup bersama, saling
mengasihi. Mungkinkah hari itu
akan tiba?
Selamat tinggal saudaraku.
Yang mengasihimu,
Ayam.