Post by shoegazesigurros on Sept 3, 2006 4:12:16 GMT -5
Dear diary
Aku masih duduk santai diruang kerja pengrajin imajinasi dengan kuas warna yang berserakan dan kertas lusuh penuh sketsa kasar puisi setengah jadi dengan kata-kata serapan asing yang tak rapi. Bentangan jalur rel kiasan konotasi dari sebuah pemikiran ide secara buram belum juga tergambar dalam bentangan seluloid masa lalu yang memburu,padahal aku berharap ketika keringatku membulir menguras tenaga dan matahari lingsir dari tiang galah yang tinggi membentuk senja yang dilukis Tuhan berkanvaskan alam media langit maka sekejap laras aku mendapatkannya. Seketika itu ku tiupkan beberapa puisi yang ku titipkan pada awan ke angkasa agar menjelma pada terangnya bintang walau separuh kata tersangkut pada ranting pepohonan karena tak ada navigasi terhambat kabut menyelimuti. Kini mataku lelah lebam hitam tak kuat terjaga seraya ingin bermimpi dan bertemu gadis impian di teduhnya pepohonan ketika sinar mentari mengebiri pagi dan kita menapaki jalan berbeda dan berjelaga bersama antara kanan-kiri namun tepian kita sama. Kegilaan apa yang menengarai kita berdua hingga purnama tak pernah di rantai seharusnya ia malu dan bersembunyi dibelakang awan itu atas pengkhianatannya pada mentari atas separuh waktu yang ia curi terlalu cepat berlalu ini. Burung Hantu malam melantunkan elegi sunyi dan Aku masih juga berkubang pada tanya adakah harapan dan kegundahan yang bertaut kusut dengan keresahan menghembuskan angin ketidakpercayaan yang tak dapat menumbangkan akar kesempurnaan. Sebuah pelajaran hidup setelah engkau tau gadisku melalui siklus bahwasanya api itu panas,salju itu dingin maka kau akan tau hakikatnya, lembutnya kapas dan kasarnya kertas maka kau akan mengatakan sebuah analogi yang praktis yang mengakhiri pelarian suatu kedewasaann yang mempengaruhi lidahmu tuk berkata aku bagian dari kalian tak lebih aku adalah sama layaknya kalian,sebuah proses penentangan hati akan terjadi berjangka menuju setitik penantian. Aku masih saja disini bersama kesendirian ketika tersadar masih berada diruang kerja imajinasi menghitung luka dengan konsep aritmatika terbata. Aku mengerti kenapa gadis itu tak kunjung datang,mendung tak kunjung hujan. Malaikat berjubah takdir menyeretku pada kungkungan yang bernama kodrat menciptakan aturan bernama adat dan aku mendarat dilapangan budaya candu agama yang terimplikasi korporat. Kapan aku dapat mendongengkan gumaman peristiwa ini mengatakan semua yang telah lewat atas puzzle poranda hati yang tak lagi berkilau karena ternodai suatu hal yang mereka takitu bernama dosa. Ombak terus mencumbui bibir pantai,kini ia terdaftar pada katalog klasifikasi dosa ciptaan tuhan. Oh diary aku didunia ini hanya peninggalan sebuah peradaban tersisa altar persembahan ketika tangis bayi terdengar menjerit melebihi suara volume kaum neraka. Gadis-gadis yang ku simpan pada data-data tak teratur semuanya tak mencintaiku,Petualang menemukan jalan demi persinggahan yang tak pernah kekal namun cinta berjuang tertuntun rindu menemukan persimpang-siuran keabadian ketika gadis itu tak menoleh saat lidahku bergerak menyapanya. Gadis itu layaknya embun yang tak puaskan dahagaku dan aku masih berharap muara samudera yang menbentur deruh gelombang memikul karang. Kala itu ketika aku bosan dengan segala rutinitas bintang tak menghargai seni ku yang karenanya ia tak memungut sehelai demi helai puisi yang kusajikan padanya. Gadis itu pun tak pernah tau akan surat sajak yang kuhiasi pada bintang meski berlinang air mata menenggelamkan harapan tuh menjadi kekasihnya walau sebulan.
Aku masih duduk santai diruang kerja pengrajin imajinasi dengan kuas warna yang berserakan dan kertas lusuh penuh sketsa kasar puisi setengah jadi dengan kata-kata serapan asing yang tak rapi. Bentangan jalur rel kiasan konotasi dari sebuah pemikiran ide secara buram belum juga tergambar dalam bentangan seluloid masa lalu yang memburu,padahal aku berharap ketika keringatku membulir menguras tenaga dan matahari lingsir dari tiang galah yang tinggi membentuk senja yang dilukis Tuhan berkanvaskan alam media langit maka sekejap laras aku mendapatkannya. Seketika itu ku tiupkan beberapa puisi yang ku titipkan pada awan ke angkasa agar menjelma pada terangnya bintang walau separuh kata tersangkut pada ranting pepohonan karena tak ada navigasi terhambat kabut menyelimuti. Kini mataku lelah lebam hitam tak kuat terjaga seraya ingin bermimpi dan bertemu gadis impian di teduhnya pepohonan ketika sinar mentari mengebiri pagi dan kita menapaki jalan berbeda dan berjelaga bersama antara kanan-kiri namun tepian kita sama. Kegilaan apa yang menengarai kita berdua hingga purnama tak pernah di rantai seharusnya ia malu dan bersembunyi dibelakang awan itu atas pengkhianatannya pada mentari atas separuh waktu yang ia curi terlalu cepat berlalu ini. Burung Hantu malam melantunkan elegi sunyi dan Aku masih juga berkubang pada tanya adakah harapan dan kegundahan yang bertaut kusut dengan keresahan menghembuskan angin ketidakpercayaan yang tak dapat menumbangkan akar kesempurnaan. Sebuah pelajaran hidup setelah engkau tau gadisku melalui siklus bahwasanya api itu panas,salju itu dingin maka kau akan tau hakikatnya, lembutnya kapas dan kasarnya kertas maka kau akan mengatakan sebuah analogi yang praktis yang mengakhiri pelarian suatu kedewasaann yang mempengaruhi lidahmu tuk berkata aku bagian dari kalian tak lebih aku adalah sama layaknya kalian,sebuah proses penentangan hati akan terjadi berjangka menuju setitik penantian. Aku masih saja disini bersama kesendirian ketika tersadar masih berada diruang kerja imajinasi menghitung luka dengan konsep aritmatika terbata. Aku mengerti kenapa gadis itu tak kunjung datang,mendung tak kunjung hujan. Malaikat berjubah takdir menyeretku pada kungkungan yang bernama kodrat menciptakan aturan bernama adat dan aku mendarat dilapangan budaya candu agama yang terimplikasi korporat. Kapan aku dapat mendongengkan gumaman peristiwa ini mengatakan semua yang telah lewat atas puzzle poranda hati yang tak lagi berkilau karena ternodai suatu hal yang mereka takitu bernama dosa. Ombak terus mencumbui bibir pantai,kini ia terdaftar pada katalog klasifikasi dosa ciptaan tuhan. Oh diary aku didunia ini hanya peninggalan sebuah peradaban tersisa altar persembahan ketika tangis bayi terdengar menjerit melebihi suara volume kaum neraka. Gadis-gadis yang ku simpan pada data-data tak teratur semuanya tak mencintaiku,Petualang menemukan jalan demi persinggahan yang tak pernah kekal namun cinta berjuang tertuntun rindu menemukan persimpang-siuran keabadian ketika gadis itu tak menoleh saat lidahku bergerak menyapanya. Gadis itu layaknya embun yang tak puaskan dahagaku dan aku masih berharap muara samudera yang menbentur deruh gelombang memikul karang. Kala itu ketika aku bosan dengan segala rutinitas bintang tak menghargai seni ku yang karenanya ia tak memungut sehelai demi helai puisi yang kusajikan padanya. Gadis itu pun tak pernah tau akan surat sajak yang kuhiasi pada bintang meski berlinang air mata menenggelamkan harapan tuh menjadi kekasihnya walau sebulan.